- Latar Belakang Masalah.
Tjahjono
Widarmanto adalah putra seorang guru Sekolah Pendidikan Guru di kota Ngawi terlahir
sebagai anak kembar pada tanggal 18 April 1969 menyelesaikan sarjananya di
jurusan Bahasa dan Sastra IKIP Surabaya tahun 1992. Sedangkan saudara kembarnya
bernama Tjahjono Widijanto yang juga seorang penyair. Kini kedua-duanya
mengajar di Sekolah Menengah Atas di Kab. Ngawi dan juga sebagai dosen di STKIP PGRI Ngawi. Di sela-sela
kesibukannya sebagai guru dan dosen ikut mendirikan majalah kebudayaan Lontar
di Ngawi sekaligus menjadi salasatu redakturnya ( 1996-2004), ikut mendirikan
Studi Lingkar Sastra Tanah Kapur Ngawi dan aktif sebagai penggeraknya hingga
sekarang. Menjadi pendiri ketua kelompok teater Zat Ngawi (1998 sampai
sekarang)
Prestasi atau pengalaman : pemenang Pertama
lomba mengulas karya sastra tingkat nasional tahun 2002 yang diadakan oleh
majalah sastra horizon, depdiknas dan ford foundation dengan judul majalah
estetika bahasa dan kosmologi jawa dalam asmaradana karya goenawan muhamad.
Pemenang kedua sayembara kritik sastra nasional dewan kesenian Jakarta (DKJ)
tahun 2005 dengan judul makalah cala ibi : novel kontemlatif meditative
sufistik dari pulau ternate. Pada tahun 1996 diundang dewan kesenian Jakarta untuk membacakan karya puisi pada acara mimbar
penyair abad 21 di taman ismail marzuki Jakarta.
Pada tahun 2004 untuk kedua kalinya diundang kesenian Jakarta untuk membacakan karyanya di taman
ismail marzuki dalam acara cakrawala sastra Indonesia 2005. pada tahun 2005
kembali diundang dewan kesenian jakartya untuk mengikuti symposium kritik seni
sekaligus menerima penghargaan sebagai pemenang kedua sayembara kritik sastra
nasional yang diadakan DKJ.
Pemenang
kedua lomba mengulas karya sastra tahun 2005 (Depdiknas dan majalah horizon )
dengan judul makalah : konsep-konsep spiritualisme timur dalam kumpulan cerpen
godlog karya danarto. Salah satu finalis lomba lingkungan hidup (PKLH) tingkat
nasional tahun 2005 di Jakarta dengan judul
makalah : membangun kota
berwawasan humanisme ekologis.
Salah
satu cerita pendeknya berjudul coro
menjadi salahsatu nominasi LMCP ( lomba menulis cerita pendek) tahun 2003 yang
diadakan oleh horizon dan depdiknas. Pada tahun 1996 dinobatkan sebagai salah
satu penyair pilihan jawa timur versi bengkel muda Surabaya.
Aktivitas
dan produktivitas menulis puisi, esai, dan cerpen di berbagai jurnal majalah
dan Koran di luar negeri dan dalam negeri antara lain jurnal perisa dewan
bahasa dan pustaka Malaysia, bahana (Brunei darusalam), jurnal ulumul quran,
jurnal puisi, jurnal perempuan, majalah perempuan, majalah horizon, kompas,
media Indonesia, matra suara pembaharuan, matra, suara karya, jawa pos, Surabaya
pos, surya, lampung pos, dan lain-lain.
Pada
tahun 1988 mendirikan majalah kebudayaan iklim yang terbit di malang sekaligus menjadi salah satu
redakturnya, (1989-1990). Aktif berteater bersama teater idiot malang dari tahun 1987-1994. ikut memprakarsai berdirinya
majalah kebudayaan kalmias Surabaya
dan menjadi salahsatu redakturnya (1992-1994).
Buku-buku
yang dihasilkan puisi tak pernah pergi (kompas 2003), angkatan 2000 dalam
sastra Indonesia (grasindo,
2000).ekstase jemari (1995;antologi tunggal), dunia tanpa alamat (DKJT, 2003,
antologi tunggal) birahi hujan(dewan kesenian Jakarta dan logong pustaka 2004). Mimbar
penyair abad 21 ( balai pustaka Jakarta 1995)
bapakku telah pergi: antologi penyair pilihan jawa timur (surabaya,
1995) akulah ranting (dioma malang 1996)
antologi cerpen dan puisi Indonesia
modern: gerbang (pustwaka pelajar jogjakarta,
1997) memo putih (DKJT, 2000), Keajaiban Bulan Unggu (DKS,200), apa kabatr
sastra ? kumpulan esai DKJT, 2002 ) tegak lurus dengan langit ( kumpulan
artikel pemenang lomba mengulas karya sastra nasional , 2002) dunia bayang-bayang
(Surabaya,
1995) antologi sastra kepulauan (DKSS:1999)
Di
dalam makalah ini akan membahas tiga puisi dari kumpulan sajak Tahjono
Windarmanto “Kitab Kelahiran “ antara
lain Kitab Kelahiran dan panorama
matamu; sebuah histirika perjalanan.
- Pembahasan
Puisi
adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair
secara imajinatif dan susunan dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa
dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya. Kedua struktur
itu harus mempunyai kepaduan dalam mendukung totalitas puisi. Telaak ini
menyangkut telaah unsure-unsur puisi dan berusaha membedah puisi sampai ke
unsure-unsur yang sekecil-kecilnya. Setelah menelaah secara mendalam struktur
puisi hingga ke unsure-unsurnya, laku kita sintesiskan telaah tersebut. Begitu juga dengan puisi
yang terdapat dalam kumpulan sajak Tjahjono Windarmanto “ Kitab Kelahiran “.
Dalam
kumpulan sajak kitab kelahiran penyair banyak menuliskan tentang kelahiran,
kehidupan dunia ini dan sampai pada kematian. Kata-kata penyair yang langsung menyebut mati, ritual, roh,
hantu, makam, kafan, surga.
Berikut ini akan dikemukakan dua nya beserta beserta telaahnya:
1). KITAB KELAHIRAN
1
jarak itu mulai
disediakan untukmu
bersama sebuah kitab yang
terbuak
berisi mantra-mantra dan
dongeng tentang sebuah
perjanjian
dan sekian rahasia
yang harus kau terka semenjak ibu bapamu
meniup
ubun-ubun
dan merajah
telapak tanganmu.
maka, berjagalah pada setiap pintu dan jendela terbuka
jangan biarkan waktu
mencurinya
juga
pada tangis sendiri
jangan biarkan menuntunmu
pada sepotong cermin atau
foto leluhur
berjagalah,
seperti para serdadu, yang
berkemah di bibit kematiannya
berjagalah
hingga di saat yang jauh
akan kita jumpai seorang
perempuan
rambutnya berkibar-kibar
sampai laut selatan
di antara desahnya yang
berliur-liur, berkata,
“ aku telah baca kitabmu, juga potret telanjangmu! “
maka berhati-hatilah
saat ia bentangkan
payudaranya, seraya berkata,
“kemarilah akan
kubisikkan makna rajah nasibmu
hisap susuku, akan kutitipkan
nafas padamu.”
semenjak itu kau harus
berjalan jauh, membuat jalan
setapak sendiri
dari sebuah senja ke arah
gurun batu. Dari satu musim ke
seribu musim lain
mengendong resahmu seperti
musafir berjalan
di panggung kuda tanpa pelana.
tanpa peta, juga tidak dengan ramalan cuaca
di suatu titik yang jauh, barangkali tepat
di suatu malam
pada ceruk batu-batu di
antara sungai yang kerontang
ketika putus asa dan
kenangan bergantungan
gelap merapat pada
pohon-pohon menjadi kalimat cemas
yang mengalir
:kutukan ini jugakah tertulis pada kitab
itu?
2
dahulu kakek-nenekmu
pernah nembacakannya
--kitab itu—kelahiran yang menggendong
dustanya sendiri
juga kecemasan yang sama
buruknya dengan harapan
sama kosongnya dengan
kemungkinan-kemungkinan
dan pada tiap bulan
terakhir
kau akan menghitung berapa
panjang jalan setapak itu
berapa banyak para lelaki
memperkosa anak kandungnya
sendiri
dan apa saja yang telah
menggetarkan kabut itu
pada setiap taman yang
dilewati
dibangku-bangku berdebu
paling sudut
bacalah kembali kitab
kumalmu
--tandai tanggal kelahiran dan
persinggahan-persinggahan—
sebelum kau telan
kelelahanmu
jangan sempatkan menitik
air matamu
pada potong-potong
kenangan
sebab semuanya telah jadi
bangkai-bangkai hangus
sesudah kau hafalkan
tanggal-tanggal itu
ikuti kembali bayang-bayang
itu
sebagaimana telah
disebutkan dalam kitabmu
mencari sebuah daratan
mungkin benua
tempat peristiwa
penciptaan mati dan kembali
diulang-ulang
berakhir pada mula itu
sendiri
mungkin sebuah perkawinan
dan kematian yang tak
putus-putus
berjalanlan terus sambil
menghapal tanda dan tanggal itu
dan seperti yang lain kau
tak akan bisa memberitakan
sebuah alamatpun
semua harus kau bangun
dank au ingat sendiri. Juga alamat-
alamat
agar bisa meninggalkan
pesan saat saban kali cuaca
berganti
berangkatlah
ke arah yang tak kan bisa menunjukkan
apapun
mungkin ada sebuah kafe
atau ranjang batu
tempat melepas lelah
setelah kau telan segenggam
pil tidur
3
waspadalah,
perempuan itu masih saja
mengikutimu
dengan pusar dan payudara
terbuka
paha dan bokong
yang lapar
syahwat yang
tersendat-sendat di urat kerongkongan
rambutnya tetap terurai
meneteskan keringat birahi
bau kamboja
tubuhnya bagai tembaga,
berkilap-kilap
melambai-lambaikan tangan
di setiap perempatan;
“hai, lelaki, bercumbulah
sebentar, tubuhku peta firdaus
penuh khuldi, buah yang membuat zakar kakekmu
dulu
berbau amis”
biarkan wanita itu dibakar
birahinya sendiri
air matanya adalah dusta
dalam kitabmu sudah
ditafsirkan sebagai sebuah kutuk
bernama cinta. di
situ akan tumbuh api
menghanguskan apa saja
dan kau tak akan terbebas
darinya
biarkan perempuan itu
membawa sejarahnya sendiri
lukanya sendiri, kesedihan
yang diratapinya
dengan nyanyian-nyanyian
bunyi yang menjerat
pemburu yang lengah
lelaki lemah yang kalah
dengan gairah kelaminnya
4
berjalan terus ke utara
kota paling ujung
tempat topan dan kemarau
silih berganti
menganyam sarangnya dari
sayap-sayap kabut
kota tanpa matahari
dalam
kitabmu tertulis--benua terakhir--
tak punya ikan-ikan
hanya
pohon mati dan nisan-nisan
dalam kitab
tertulis--sangkar terakhir--
tempat
kau bisa melihat maut begitu dekat
sebuah ruang tidur para pengantin
tempat bercakap tentang gelap tak teraba
di situlah
semua pekat menyelimuti
semua perjalanan
dalam kitabmu ditulis
dengan tinta kelabu
:mula
semua akhir!
Ngawi,
2002
Dalam puisi diatas penyair menuliskannya perasaannya
tentang kehidupan. Betapa kehidupan ini telah digariskan dengan menggunakan
istilah “takdir”, mulai dari lahir, melakoni kehidupan yang penuh dengan
variasi hidup, yang akhirnya berujung pada kematian. Semua yang hidup telah
dituliskan demikian pada kitab kelahiran. Sementara hidup telah digariskan
sedemikian rupa, “yang harus kau terka
semenjak ibu bapamu meniup ubun-ubun dan merajah telapak tanganmu”. Tetapi dalam kitab kelahiran juga banyak
takdir buruk yang mengikuti dalam kehidupan,”maka berhati-hatilah, kutukan ini jugakah tertulis pada kitab itu?.
Dalam perjalanan hidup anak manusia jika tidak mampu melawan kerusakan yang ada
dalam jiwanya maka akan timbul kerusakan yang sangat besar,”tandai tanggal kelahiran dan persinggahan-persinggahan,
waspadalah, dan kau tak akan terbebas darinya”. Lalu setelah hawa nafsu
menguasai maka manusia akan melanjutkan berjalanan berikutnya yaitu “kematian”
entah dengan takdir baik maupun takdir buruk yang akan membawa dirinya
beristirahat, “dalam kitabmu tertulis
sangkar terakhir, tempat kau bisa melihat maut dekat, sebuah ruang tidur para
penganti, tentang bercakap tentang gelap tak teraba”. Di akhir kisah
Tjahjono menuliskan sebuah kehidupan yang berakhir dengan kesenduan jika kita
tak mampu membawa diri,”di situlah, semua
pekat menyelimuti semua pejalan, dalam kitabmu ditulis dengan tinta kelabu,
mula sebuah akhir”.
2) PANORAMA MATAMU;
SEBUAH HISTORIKA
PERJALANAN
*) retorika
buat dina arisandi
Bentangan panorama di
matamu kusimak lewat
Warna kabut
Memucat sepeti sebuah
gerimis tak kunjung reda
Panorama itu menyajikan
slide-slide panjang
Dengan hipnonotis riuh
mempesona. Ada
pahatan
Wajahmu di sana
Juga deretan
perempuan-perempuan yang lain
Dengan gigil senada
Aku terpesona, sekali lagi
terpesona
Slide-slide panjang itu
menyodorkan sepenggal rahasia
Tentang igauan yang
panjang, tentang namamu
Juga deretan
Perempuan-perempuan lain
terserak
Di neon-neon reklame
Di pusat plaza, hiruk
pikuk toserba
Tercecer di deretan
kotak-kotak parfum, lantas terpuruk
Pada hingar-bingar lantai
diskotek
(Oo, pengembaraan mana
lagi yang kau tuju?)
Namamu, juga
perempuan-perempuan itu
Menari bugil dengan aroma
lain, amat lain
Pamer bentangan paha,
tonjolan payudara
Di poster-poster film
Berpacu dalam arena gincu
dan persaingan iklan
( busyet! Tarian apa ini )
Di matamu slide-slide
panjang itu masih terpampang
Namamu juga
perempuan-perempuan itu, tercampak
Di sela-sela patahan
ranting-ranting kering, daun busuk, dan
Sebatang korek api yang telah menyala
Ah, tersenyumlah (
betapapun kabutnya perjalanan).
Surabaya-Ngawi, 1997
Penyair menyatakan, betapa banyak wanita-wanita yang
menjadi korban eksploitasi wanita, tetapi wanita-wanita itu tidak menyadarinya,
bahkan bangga dengan apa yang di jalaninya. Kesedihan penyair melihat
eksploitasi ini terlihat dari kalimat yang ada dalam puisinya, “dengan hipnotis riuh mempesona, ada pahatan
wajahmu di sana,
juga deretan perempuan-perempuan yang lain dengan gigilan senada”.
Keterpesonaan pada wanita-wanita itu juga di gambarkan penyair dengan banyaknya slide-slide wajah
perempuan yang banyak terpampang di mana-mana hingga penyair mempertanyakan
pengembaraan perempuan yang di eksploitasi,”Oo,
pengembaraan mana lagi yang kau tuju?). sebuah historika perjalanan penyair
melihat perempuan-perempuan yang sebetulnya teraniaya tetapi perempuan itu
tiada merasa,”Ah, tersenyumlah (betepapun
kabutnya perjalanan).
- Simpulan
Setiap
penyair tak pernah puas pada sebuah titk, puisi sebagai dunia yang samara bagai
sebuah ruang yang kosong yang setiap orang dapat menziarahi dan setiap kali
pula dapat menandainya, juga mempertanyakannya, seperti mereka memaknai,
menandai dan menanyai masa silam dan harapan masa depannya. Pada saat inilah
puisi merupakan sebuah jagad tempat pertemuan . ruang yang setiap siapa saja
dapat mempergunakan untuk berdialog tentang harapan-harapan, sekedar menatap.
Dua
puisi Tjahjono Windarmanto di atas dapat mewakili perasaan penyair tentang
kehidupan untuk di dialogkan dengan pembaca sehingga pembaca mempunyai harapan
tentang kehidupan, walaupun bahasa-bahasa yang digunakan untuk menuliskan
perasaannya dengan lambang-lambang tetapi karya puisi penyair dari ngawi tetap
bisa dimaknai dan di ambil intisarinya, kitab kelahiran dan panorama matamu; sebuah
retorika perjalanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar